Viral Dept Colektor Vs Warga dan Ormas, Asosiasi LPKSM (ILI) Surati Kapolri,Komite 1 DPD-RI dan Pati Negara

JAKARTA-koranlibasnews.com Menanggapi berita viral kasus perampasan dan pengeroyokan antara warga, ormas & dept collector di Polres Tangsel yang sempat menggegerkan dunia maya para Ketua Umum Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang tergabung dalam Asosiasi Ikatan LPKSM Indonesia (ILI) medesak Kapolri ,Komite I DPD-RI dan Mekopulhukam agar mencermati dan mendalami kasus yang sedang ditangani Polres Tangerang Selatan terkait pengeroyokan debt colektor (DC) yang dilakukan oleh ormas dan beberapa masyarakat.

Para Ketua Umum LPKSM yang tergabung di Ikatan LPKSM Indonesia sangat menyayangkan tindakan Repernsif kepolisian Resmob Polda Metro Jaya dan Reskrim Polres Tangerang Selatan.

Bacaan Lainnya

Untuk itu sebagai para penggiat Legal Standing LPKSM para Ketua Umum yang tergabung di Asosiasi (ILI) Ikatan LPKSM Indonesia, mengajukan permohonan perlindungan hukum terhadap 8 orang yang ditangkap kepolisian Polres Tangsel sebagai berikut:

PEMOHON

Dengan ini mengajukan permohonan Perlindungan hukum dan pengaduan atas adanya dugaan tindakan Represif yang dilakukan oleh Kepolisian Polda Metro Jaya dan Polres Tangerang Selatan terhadap:

8 orang warga masyarakat Indonesia yang diduga telah melakukan pengeroyokan terhadap Debt Colektor yang merampas paksa kendaraan milik Dibitur;

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

DASAR HUKUM

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)pasal 108 ayat 1(satu).

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Peraturan pemerintah Republik Indonesia No.58 Tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No.27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab undang- undang hukum acara pidana.

Undang-undang Dasar 1945 pasal 28,Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang perlindungan Konsumen.

Bahwa Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia.

Mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut.

Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu,berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara.

Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia.

BACA JUGA  Bupati Tanggamus Menghadiri Pelantikan Pimpinan Badan Amil Zakat

Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

Kronologi singkat fakta-fakta hukum
Perihal : Perkembangan Kasus Pok Ambon ( Dept Colektor ) Yang menjadi KORBAN diduga oleh LSM KKPMP (KESATUAN KOMANDO PEMBELA MERAH PUTIH )

Pada hari Kamis tnggal 06 April 2023 telah di lakukan pendalaman terkait kasus yang terjadi pengeroyokan terhadap pok timur yang diduga di lakukan oleh LSM KKPMP

Adapun yang dapat dilaporkan sbb :

A. WAKTU DAN TKP :

Pada hari Rabu, 05 April 2023 sekira pukul 14.00 Wib di Jl. Raya Rawa Buntu (Jembatan diatas stasiun rawa buntu) Kecamatan. Serpong kota Tangerang Selatan.

B. KORBAN
BOBBY JOSEPH PALIAMA, Ambon 25 Januari 1972, Jl. Bulak ringin VI no 21 B Kel. Cibubur Kec. Ciracas Jakarta Timur.

C. Pelaku yang sudah diamankan

1. ALINURDIN (diduga ormas KKPMP)
2. STEFANUS DE FIX SITORUS, Jakarta 25 Februari 2000, Griya Melina Blok B1 no 14 Kel. Curug Kec. Gunungsindur Kabupaten . Bogor

(Diamankan di Polres Tangerang Selatan)

D. Saksi – Saksi :

1. RI, Tangerang 25 Agustus 1998, Kp. Cibelut Kel. Cibogo Kec. Cisauk Kab. Tangerang

2. RPR, Bogor 12 Maret 2002, Kp. Pagutan Rt. 002/002 Ds. Rumpin Kec. Rumpin Kab. Bogor

3. SR, Garut 29 Juli 2003, Kp. Cibereum Rt. 007/002 Kel. Sukasari Kec. Rumpin Kab. Bogor

4. MS, Tangerang 08 Maret 2004, Gondrong Rt. 008/004 Kel. Gondrong Kec. Cipondoh Kota Tangerang

E. Kronologis Kejadian :

Kejadian berawal dari Sdr. RI sedang mengendarai 1 (satu) unit mobil Daihatsu Xenia nopol B-1972-WZG melintas di depan RS. HERMINA Serpong tiba-tiba di berhentikan oleh korban dan 3 (tiga) orang lainnya mengaku sebagai Depkolektor dan meminta unit diserahkan dikarenakan menunggak cicilan di PT. CLIPAN FINANCE.

Kemudian terjadi cekcok antara SDR. RI dengan pihak depkolektor dan korban meminta STNK dan diserahkan oleh Sdr. RI kepada korban dan salah satunya mengambil kunci kontak mobil yang berada di saku celana sdr. RI dan kunci kontak diserahkan kepada korban.

Selanjutnya korban bersama 2 (dua) orang teman nya berikut Sdr. RI membawa mobil ke arah rawa buntu dan menghubungi teman nya Sdr. R dan menceritakan kejadian tersebut.

Pada saat mobil yang ditumpangi korban dan Sdr. RI melintas di jl. Raya rawa buntu tiba-tiba diberhentikan oleh Sdr. A bersama dengan 1 (satu) orang rekan nya dan terjadi cekcok antara Sdr. A dengan korban dan tiba-tiba Sdr. A berteriak “maling-maling” sehingga warga sekitar berdatangan dan mobil pergi oleh teman korban

BACA JUGA  Ratusan APDESI Demo di Depan Gedung DPR, Berikut 12 Tuntutan APDESI

Kemudian Sdr. A langsung memukuli korban yang tertinggal oleh teman nya (tidak sempat masuk ke dalam mobil) dan diikuti oleh warga sekitarnya.

Tidak lama kemudian Sdr. A mengikat korban dan membawa korban bersama Sdr. RI menggunakan mobil angkutan umum ke Ruko Warung Nasi Khas Sunda di Jl. Cisauk Lapan Kp. Cibadak Kel. Suradita Kec. Cisauk Kab. Tangerang dan korban kembali di pukuli oleh Sdr. A dan sekitar 7 (tujuh) orang teman nya.

Kemudian korban bersama dengan Sdr. RI dan Sdr. A membawa korban ke Polsek Cisauk namun di arahkan untuk ke Polres Tangerang Selatan.

F. Catatan.
Untuk Kasus tersebut sudah di tanganin oleh Satreskrim Polres Tangsel untuk proses penyidikan lebih lanjut;

Bahwa atas desakan kelompok Debtcolektor Resmob Polda Metro Jaya dan Polres Tangerang Selatan Langsung bergerak dalam waktu singkat telah menangkap 8 orang yang diduga telah melakukan pengeroyokan terhadap Debtcolektor yang merapas kendaraan milik Dibitur dengan cara-cara melawan hukum,akibat ulah Debtcolektor pengguna jalan ikut menghakimi Debtcolektor.

Selanjutnya Kelompok Debtcolektor mendesak pihak kepolisian Polda Metro jaya dan Reskrim Tangerang Selatan agar menangkap semua yang ada dividio yang telah Viral.

Sementara terlihat dalam Vidio tersebut diantaranya ada ormas dan abag-Abang Gojeg,dan sopir angkot,rasanya tidak adil jika semua yang ada dalam Vidio tersebut harus ditangkap.

Pertanyaan kami mengapa pihak kepolisian tidak melakukan pemanggilan terlebih dahulu kepada Terlapor? bukan kah pihak Debcolektor yang didamingi kuasa hukumnya sudah membuat Laporan polisi Model B.No LP TBL/B/674/IV/2023/SPKT/Polres Tangerang Selatan Tanggal 5 April 2023.

Lalu kenapa tidak dilakukan pemanggilan terlebih dahulu kepada pihak terlapor ada apa dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia ini?

III. Isu Hukum (Legal Issues)

Adapun yang menjadi permasalahan hukum antara lain :

Bagaimana Penerapan Undang-Undang Nomor:2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Republik Indonesia,dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia:

Pasal 6 poin a terkait hak memperoleh keadilan di mana setap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan pengajuan dan laporan dalam perkara pidana, serta di adili melalui proses pradilan yang bebas dan tdak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara object.

Pasal 9 ayat 1 dalam penerapan tugas pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat setap anggota Polri seharusnya memperhatkan asas legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas

khususnya dalam Pasal 11 ayat (1) telah ditegaskan bahwa setap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:

Penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tdak berdasarkan hukum;

melakukan pengeledahan dan atau penyitaan yang tdak berdasarkan hukum

IV.Sumber Hukum (Source of Law)

Adapun yang menjadi sumber hukum adalah sebagai berikut :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 28D dan pasal 28G
Undang-UndangNomor:2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-undang No,40 Tahun 1999 Tentang pers.

BACA JUGA  Diduga Lakukan Praktik Mafia Tanah : DPP LSM MAPPAN Laporkan PT. EWF Bareskrim Mabes Polri

V.Argumentasi Hukum (Legal Arguments)

Penyidik Reskrim Polres Tangerang Selatan, WAJIB MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN MENJUNGJUNG TINGGI HAK ASISI MANUSIA

Bahwa pada Pasal 28G :

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”;

“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”, Hal ini menunjukkan bahwa konstitusi Indonesia melindungi hak seseorang untuk tidak dituntut atau dihukum atau diterapkan dengan cara penerapan yang bertentangan dengan aturan hokum, sehingga ada jaminan kepastian hukum.

Bahwa selain itu berdasarkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA Pasal 5 menyatakan :

Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.

Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang obyektif dan tidak berpihak.

Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya,

VI.KESIMPULAN dan REKOMENDASI (Conclusions and Recommendations)
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Diharapkan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang tidak menerapkan Peraturan yang TIDAK RESPONSIF, dan hanya menjalankan Hukum sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang dasar 1945 dan hak asasi manusia,

Diharapkan KEPADA POLRES TANGERANG SELATAN tidak menerapkan Peraturan yang TIDAK RESPONSIF, memiliki arti penting untuk melindungi warga negara dari kesewenang-wenangan penguasa dan menjaga undang-undang sehingga ada jaminan kepastian hukum.

1. Diharapkan mencermati pengertian P21 menurut Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: 518/ A/J.A/11/2001 Tanggal 1 November
2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP132/J.A/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana merupakan kode formulir yang digunakan dalam proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana yaitu Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah lengkap.

Mengenai P-21 ini pun tersirat dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi:
“Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum”.
Dari sini dapat terlihat bahwa merupakan hak dari Penuntut Umum untuk menyatakan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap atau tidak, agar tidak berdampak yang dapat merugikan Institusi Kejaksaan Mohon Kasus ini diteliti secara cermat oleh karena kami sebagai warga Negara berhak melakukan Pengawasan Horisontal melalui Praperadilan, Salam Supremasi hukum. (Tim/Red)

Narasumber: Asosiasi Ikatan LPKSM Indonesia

LIBAS GROUPbanner 728x120

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *