Merangin-koranlibasnews.com Para kelapa Desa dan perangkat Desa jangan takut kepada orang yang mengaku wartawan selama wartawan tersebut kehadirannya dalam menjalankan tugas sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 dengan mematuhi Kode Etik Jurnalistik-nya.
Tindakan penghalangan berupa intervensi maupun ancaman ancaman terhadap media masa apapun alasannya tidak dapat dibenarkan.
Sebab dalam menjalankan tugasnya seorang wartawan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya secara tegas diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Menurut Fikri Yanto.SH selaku Pimred Media Libas News mengatakan bahwa wartawan dalam bertugas mengedepankan kode etik Wartawan dan diatur dalam Undang Undang Pers, sehingga wartawan dapat menghasilkan pemberitaan sesuai data fakta dan kejadian yang ada dilapangan saat melakukan peliputan.
Wartawan itu orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Jadi tugasnya mencari, mengolah dan memberitahukan informasi kepada masyarakat dengan benar sesuai fakta melaui medianya masing-masing, bisa online, eletronik (tv atau radio) dan cetak katanya.
Menurutnya, untuk mengetahui apakah wartawan itu benar-benar menjalankan tugas sesuai aturan UU Pers dan kode etik, para Kepala Desa dan aparatur dibawanya harus paham juga apa itu UU Pers dan kode etik untuk wartawan.
Bagaimana kita bisa mengetahui seorang wartawan menjalankan UU Pers dan kode etik atau tidak, jika tidak tahu apa itu UU Pers dan kode etiknya tegas Fikri Yanto.SH
Saya harap bukan hanya wartawan yang mengetahui, tapi para kepala Desa dan aparatnya serta tokoh masyarakat pun harus tahu dan paham, sehingga akan terjadi sinergitas dan kemitraan yang baik dengan wartawan dalam upaya membangun daerah katanya.
Dijelaskanya, aparatur Desa jangan takut terhadap wartawan karena tugas wartawan mencari informasi, mengolah, memberitakan dengan benar dan berimbang bukan memeras.
Ada Nara Sumber dan juga peristiwa serta kejadian saat peliputan adalah dasar wartawan untuk melakukan liputan yang layak publikasi, sehingga para Nara sumber harus memberikan keterangan jika dikonfirmasi oleh wartawan, agar tidak merasa ada pemberitaan sepihak, sehingga jika pemberitaan muncul di media berimbang, namun berbeda jika Nara sumber enggan berkomentar kemudian baru protes ketika berita muncul di Media sehingga menyalahkan wartawannya terang Fikri Yanto.SH.
Tidak sedikit masyarakat bahkan pejabat yang tidak memahami aturan didalam Undang Undang Pers, sehingga terkadang Nara sumber menyepelekan jika dikonfirmasi oleh Wartawan, namun ketika berita terbit baru melakukan protes dan terkesan menyalahkan tulisan Media.
Hal itu sangat disayangkan oleh Fikri Yanto.SH jika terjadi hal demikian, karena setiap dalam liputannya wartawan selalu berupaya untuk melakukan wawancara terhadap Nara sumber, namun Nara sumber terkadang sering menghindar, dan bahkan ada juga setelah berita muncul Nara sumber mengancam wartawan dan justru terkesan menyalahkan wartawan dengan cara intimidasi.
Terkadang dilapangan wartawan banyak yang disepelekan oleh Nara Sumber, seharusnya Nara sumber menghargai upaya konfirmasi terhadap dirinya agar jika berita dugaan temuan penyimpangan yang didapat wartawan, narasumber bisa menjelaskan sehingga menjadi berita yang berimbang ujar Fikri Yanto.SH
Disampaikan juga bahwa UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri.
Dengan begitu, semua pihak, termasuk aparat Kepolisian, Pejabat pemerintahan, hingga pejabat Desa juga menghormati.
Oleh karena itu, bila mana ada ancaman pidana kepada mereka yakni Awak Media atau Wartawan yang menghalang-halangi, mengintimidasi fungsi dan kerja pers.
Perbuatan tersebut dapat dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara katanya menegaskan.
Dia menyebutkan menghalang- halangi tugas dan kerja jurnalis di lapangan seperti, merampas dan merusak alat-alat kerja apalagi menganiaya atau sampai menghilangkan jurnalis itu sendiri sangat bertentangan dengan perundang-undangan.
Tindakan seperti itu terlarang jika wartawan yang meliput sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik.
Perbuatan oknum siapapun yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk suatu pelanggaran berat kata Fikri Yanto.SH
Dia menyebut, pasal 4 UU Pers mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Sedangkan Pasal 18 yang mengatur bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik akan diancam pidana maksimal dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.
Masyarakat juga diharapkan paham tugas dan profesi jurnalis dalam mencari berita, menghargai setiap hak wartawan dalam mendapatkan informasi, serta memberikan ruang komunikasi, dan jika memang ada kekeliruan ataupun kekurangan dalam penjelasan Nara sumber didalam sebuah pemberitaan yang pernah di sampaikan, diatur dalam kode etik Wartawan, bahwa setiap wartawan berhak memberikan ruang hak jawab kepada Nara sumber yang merasa di rugikan dalam sebuah pemberitaan.
Jadi jelas ada ruang hak jawab yang harus digunakan oleh masyarakat atau narasumber ketika berita dianggap keliru, namun untuk menganggap berita keliru itu Nara Sumber juga harus paham terkait Kode etik wartawan juga tidak hanya sekedar menyalahkan tanpa tahu aturan pungkasnya.
Penulis : Tim Libas
Editor : Red