Jakarta, libasnews.com – Sulaeman Suu selaku ahli waris Marga/Keret Suu mendatangi Mabes Polri untuk mengadukan atas dugaan penyerobotan dan penggelapan oleh pemerintah kabupaten sorong yaitu bupati sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat.
Pasalnya, lahan seluas 35.000 hektar yang ditempati oleh warga transmigrasi yang itu sudah sejak dari tahun 1978. Sulaeman Suu selaku ahli waris tanah adat yang terletak di daerah petuanan Adat Suku Moi/Marga Keret Suu, Kelurahan Jamaimo, Distrik Mariyat, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Pihaknya membantah telah memberikan pelepasan tanah adat kepada siapapun.
“Kami sebagai ahli waris tanah adat Marga/Keret Suu, bahwa orang tua kami tidak pernah menandatangani maupun melepaskan tanah adat itu kepada siapapun termasuk pemerintah. Tentu dalam hal ini kami merasa dirugikan, dan kami akan menuntut ganti rugi sebesar 35 triliun kepada pihak pemerintah,”tegas Sulaeman Suu.
Atas dasar itu, lanjut Sulaeman Suu, dirinya datang ke Jakarta agar kasus ini dapat terselesaikan.
“Saya datang jauh-juah dari Papua ke Jakarta, untuk mengadukan bupati sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat atas penyerobotan dan perampasan tanah adat kami,”terang Obet Suu sapaan akrabnya kepada wartawan,di Mabes Polri, Kamis (9/3).
Menurutnya, Negara ini adalah Negara hukum, tidak ada satu orang pun di Negara ini yang kebal terhadap hukum.
“Sebagai kepala daerah yang baik, harusnya sadar dan taat kepada hukum. upaya-upaya sudah kami lakukan dengan mediasi namun bupati tidak hadir di pengadilan, Agar kasus ini dapat terang benderang.,” geram Obet Suu yang didampingi oleh kuasa hukumnya Markus Souissa,SH.
Sementara itu, Markus Souissa,SH, menyatakan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat sudah menyalahi prosedur.
“Klein kami tidak pernah memberikan pelepasan tanah itu kepada pemerintah untuk di jadikan tanah transmigrasi. Artinya ini sama saja ada unsur pidana atas penyerobotan dan penggelapan terhadap kasus ini. Makanya kami mengadukan hal ini kepada instansi terkait di Jakarta,” papar pria berbadan tinggi ini, di Mabes Polri.
Ia menjelaskan, tanggal 25 Januari 2018 kami telah melayangkan gugatan perdata atas kasus ini di Pengadilan Negeri Sorong terhadap Bupati. Namun bupati tidak menghadiri mediasi tersebut dan terkesan tidak mau menyelesaikan kewajibannya terhadap tanah adat hak Marga/Keret Suu.
“Kami sangat menyayangkan sekali kepada bupati yang tidak dapat menghadiri panggilan pengadilan. Dan ini sama saja tidak menghargai sebagai lembaga penegak hukum di negeri ini. Mediasi ini sudah tiga kali pertemuan yang dilakukan di pengadilan namun tidak ada etikad baik dari bupati untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal di Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dan itu sudah sangat jelas sekali dipaparkan.”pungkas Max sapaan akrabnya.
Selain Mabes Polri, Sulaeman Suu juga mengadukan atas kasus ini kepada Presiden Republik Indonesia, Kementrian Transmigrasi, Kementrian Dalam Negeri, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia [DPR-RI]. [team]