JAMBI,- Koranlibasnews.com Praktek money politik disetiap jelang pemilu, seakan menjadi kabar yang sulit terbantahkan.Masih kurang tegasnya para ‘pengadil’ pemilu disetiap daerah akan sinyal praktek tak terpuji tersebut, membuat praktek money politik tersebut, masih terus terjadi.
Tak salah jika, pengamat politik Fisipol Universitas Jambi (Unja), M Farisi menyebut praktek money politik sebagai pelacur demokrasi. “Money politik pada dasar-nya, sudah terjadi pada saat sang calon mendaftar ke partai yang biasa disebut pembelian nominasi kandidat atau candidacy buying.
Hal ini terjadi, karena salah satunya partai gagal mencetak kader yang berkualitas yang mempunyai elektabilitas tinggi di masyarakat sehingga berfikir praktis dengan menjual “kursi”nya bagi kandidat yang berduit.
Setelah candidacy buying urutan selanjutnya adalah vote buying dimana sang calon membeli suara dan masyarakat menjual suara mereka, terjadilah demokrasi traksaksional, dimana politik akhirnya dibajak oleh politisi yang mempunyai duit saja.
Dua model money politik diatas terjadi karena mental partai, calon dan masyarakat yang sudah sangat rusak, mereka berfikir bahwa mustahil memenangkan pemilu tanpa strategi money politic, apalagi melihat calon lain menggunakan cara yang sama,” Ungkap M Farisi kepada media ini, baru baru ini.
Terpisah salah satu Caleg DPR RI Nando Firdaus SIp juga memberikan tanggapan, terkait money politik jelang pemilu. “ Money politik yang terjadi disetiap jelang pemilu itu sangat melukai demokrasi. Hal ini, yang membuat para Caleg memperkaya diri sendiri saat terpilih,” Ungkap politisi muda dari partai Perindo ini.
Terkait polemik tersebut, Nando berharap agar masayarakat tidak mencoblos para Caleg yang berkutat dengan money politik. “ Pilihlah Caleg yang memiliki program yang jelas. Dan soal money politik, ambil uangnya jangan pilih Caleg-nya,” Katanya.
Penulis : Edo Libas
Editor : Fikri