LAMPUNG BARAT– koranlibasnews.com Aktivis Lampung Barat, Sumarlin, menilai jika tuntutan 8 bulan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lampung Barat kepada terdakwa dalam perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang melibatkan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) dianggap akan memicu polemik di masyarakat karena pihak JPU tidak mengedepankan akal sehat dalam memberikan rasa keadilan.
“Seharusnya pihak JPU dalam memberikan tuntutan harus mengedepankan akal sehat dan hati nurani agar setiap tuntutan yang disampaikan tidak menimbulkan polemik dan bisa memberikan efek jera kepada pelaku serta menjadi contoh kepada yang lain supaya tidak melakukan perbuatan serupa,” ujar aktivis yang selama ini terkenal dengan sepak terjangnya dalam menyuarakan ketidakadilan.
Dikatakan Sumarlin, pihaknya sangat menentang kecewa dengan perlakuan JPU kepada terdakwa yang dianggap terlalu lunak dan tidak memberikan efek jera. “Kalau begini kejadiannya semua pelaku KDRT akan lenggang kangkung dengan perbuatannya karena ancaman hukumannya ringan,” katanya.
Bagi Sumarlin, dalam menyampaikan tuntutan memang JPU memiliki pendapat sendiri, namun jangan lupa memperhatikan nasib korban KDRT yang menderita fisik hingga psikis. “Korban ini sudah menderita sangat dalam, sampai trauma berat. Bukannya mendapat support dan dukungan hukum, ini malah dibuat tambah menderita dengan tuntutan JPU yang terkesan kurang akal,” imbuhnya.
Menyikapi Konferensi Pers yang dilakukan tim kuasa hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum Lampung Barat, pada Kamis 22 September 2022, Sumarlin menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh perjuangan Tim Kuasa Hukum dalam mencari keadilan bagi korban KDRT.
“Korban sudah bonyok dan menderita bertahun-tahun akibat perbuatan terdakwa, sekarang pelakunya hanya dituntut 8 bulan. Rasanya seperti tumpul hukum ini kalo untuk membela orang susah ditambah perempuan lagi korbannya,” tambah Sumarlin.
Berdasarkan hal yang disampaikan Tim Kuasa Hukum dalam konferensi Pers, disebutkan jika korban sudah menderita memar-memar hampir di seluruh badan mulai dari kepala sampai
kaki dengan bukti foto dan hasil Visum Et Revertum.
Kemudian berdasarkan hasil asessment dari Psikiater yang di sediakan UPT PPA Provinsi
Lampung, diketahui jika korban mengalami Trauma psikis yang cukup berat ditambah perbuatan terdakwa adalah perbuatan sangat tidak manusiawi untuk dilakukan terhadap seorang istri.
Perbuatan terdakwa berkelanjutan mulai dari tahun 2019 sampai pada tahun 2022, dimana nurani pihak JPU ketika memberikan tuntutan itu. Tolonglah, gunakan hati nurani dan akal sehat dalam menyampaikan tuntutan.
Sesuai dengan asas Hukum Lex Specialis Derogat Lex Generalis, bahwa Undang-Undang Khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum, maka dinilai bahwa tuntutan jaksa tersebut tidak sesuai dengan Kaidah dan Norma Hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” tandasnya.
Penulis : Tim Libas
Edtor : Redaksi