Subang-Koranlibasnews.com FAJAR TRENGGINAS IRFANTO Z, pria kelahiran Dusun karokrok Rt 22/08 Desa jatiragas hilir kecamatan patokbeusi kabupaten subang. Kecintaannya terhadap seni bela diri pencak silat telah membuatnya dipercaya sebagai Ketua Perguruan sanggar seni budaya Pencak silat (CAKRA BUANA KUWU SANGKAN) di bawah naungan IPSI.
Ketika di mitai keterangan Awak Media Libas News,FAJAR TRENGGINAS IRFANTO Z mengungkapkan “Kalau kita mengerjakan apa pun, kita mesti serius dan tulus, tanpa banyak pamrih … insya Allah apa yang kita cintai itu bisa memberikan sesuatu yang positif buat kita,” kata FAJAR .
FAJAR juga mengharapkan keterlibatannya dalam sanggar seni budaya pencak silat CAKRA BUANA KUWU SANGKAN dapat memperluas pemahaman masyarakat terhadap seni bela diri pencak silat. “Saya juga berharap generasi muda kita semakin mencintai pencak silat,” katanya kepada Libas News.
Tetapi mengapa FAJAR menganggap semua gerakan pencak silat ada mengandung nilai-nilai filsafat ketimuran? Berikut petikan wawancara dengan Ketua Perguruan cabang kabupaten subang seni budaya pencak silat Kuwu sangkan, di sela-sela kesibukannya melatih anak didiknya di halaman pendopo rumahnya , Kamis (23-05-2019) malam Semuanya tidak terlepas dari budaya Indonesia, tidak telepas dari watak ketimuran orang Indonesia inti nya karuhun sunda.
Kebetulan yang jadi anak didiknya dari warga sekitar yakni kisaran 50 orang mulai dari murid kelas 1sampai kelas 6 SD terbagi dua fase.
Dan pelaksanan untuk sementara waktu pelatihanya tiap malam jumat dan malam minggu mulai jam 20.30 wib sampai selesai. Kami dari ketua Perguruan cabang subang seni budaya pencak silat cakra buana kuwu sangkan mempunyai targetkan akan hijrah ikut serta olimpide di jogjakarta beberapa bulan ke depan.
Bisa Anda berikan contoh kaitan gerakan pencak silat dengan nilai-nilai yang Anda maksudkan? Hal yang paling gampang di dalam pencak silat itu, misalnya, sikap pasang. Sikap pasang di dalam pencak silat itu jarang melakukan posisi seperti ini, yaitu tangan dikepal.
Tapi selalu dengan tangan dibuka. Itu maksudnya bahwa pencak silat itu bukan sebuah bela diri untuk berantem (berkelahi) untuk memukul orang atau menyakiti orang. Sama sekali bukan. Tapi betul-betul bela diri. Bahkan, di dalam sikap pasang, kalau ada yang ngajak berantem, nanti dulu.
Kalau dia masih menyerang, hindarilah. Hindarkan saja dulu! Kalau mau masih juga menyerang, tangkislah dulu! Setelah kita tangkis, dia masih bisa menyerang, kita tangkap, dan kita kuncilah. Untuk melumpuhkan, untuk mengalahkan orang itu, nggak harus menyakiti.
Kalau bisa ditangkap dengan dikunci dihentikan gerakannya, kenapa nggak. Artinya, jangan pernah kita mencari musuh. Kalau (dia) datang, kalau bisa kita hindari.
Intinya, kalau kita pelajari secara mendalam sampai pada intinya, jenis bela diri apapun -termasuk pencak silat cakra buana kuwu sangkan ternyata ke sananya adalah pendekatan kepada siapa yang punya diri kita.
Bela diri itu penting, tapi sekarang ada yang jauh lebih penting yaitu tahu diri. Dan melalui Sanggar seni budaya pencak silat cakra buana kuwu sangkan ini, saya berharap, agar pencak silat, seperti halnya batik dan wayang, tidak dipandang sebelah mata. Jadi, mudah-mudahan, kita sebagai bangsa Indonesia, termasuk saya, bisa mencintai dan bangga apa yang dimiliki bangsa kita. Jangan sesuatu itu dikatakan bagus, sesudah dikatakan bagus oleh bangsa lain. Mari kita bangkitkan rasa percaya diri kita, bahwa kita mampu Saya tidak menganggap itu beban.
Itu tanggungjawab dan kewajiban saya. Dan sekarang sudah saya anggap menjadi kebutuhan saya. Kalau saya tidak melatih, di satu sisi saya kehilangan untuk menjaga kesehatan, di sisi lain saya kehilangan kewajiban untuk mengajar dengan para anggota saya. Saya juga bisa kehilangan ajang silaturrahmi dengan saudara-saudara saya. Jadi, intinya, kalau kita mengerjakan apapun, kita mesti serius dan tulus, tanpa banyak pamrih, tanpa banyak membuat rencana muluk-muluk, lakukan dengan tulus, santai, enjoy.
Insya Allah apa yang kita cintai itu bisa memberikan sesuatu yang positif buat kita. Kemudian dalam kehidupan secara umum, yang mempengaruhi saya adalah diri saya sendiri. Tapi harus saya akui pula, semua orang bisa mempengaruhi diri saya, tergantung di mana saya berada dan di mana saya berhadapan.pungkasnya.
Penulis : Uta Libas
Editor : Fikri