Kalimatan barat-koranlibasnews.com
Masuk tahun ajaran baru di lembaga pendidikkan mulai dari tingkat SD,SMP dan SMA Negeri penerima dana bantuan oprasional (BOS) masing-masingnya mengunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya hingga tidak jarang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.
Pada Undang-Undang No.3 Tahun 2017 juga mengatur Sistem Perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku” Ungkap DR SUKAHAR SH MH ,ketua LP KPK KOMDA KALBAR saat diwawancarai awak media diruang kerjanya (13/07/2022).
Buku pegangan siswa dari sekolah diberikan secara gratis, karena disubsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS) .”Buku yang disubsidi pemerintah tidak boleh dijual kepada siswa.
Karena itu hak siswa.” jelasnya lagi Buku LKS tidak diperjual belikan di sekolah .Siswa berhak membeli LKS ,namun tidak di sekolah. Orangtua siswa beli LKS di toko buku.
Pasal 63 ayat (1) UU Sistem Perbukuan “Penerbit dilarang menjual buku teks pendamping secara langsung ke satuan dan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Pasal 64 ayat (1) UU Sistem Perbukuan.”Penjualan buku teks pendamping dan buku nonteks dilakukan melalui Toko Buku dan atau sarana lain” jelasnya.
SUKAHAR yang panggilan akrab nya PAK KAHAR menjelaskan “Permendiknas No 2 tahun 2008 tentang Perbukuan. Pasal (1) angka 10 “toko buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer, yang lengkapnya berbunyi “Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang-perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara membeli dari penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir”.
Dalam hal ini jika ditemukan ada tenaga pengajar atau guru disekolahan yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa hal itu patut dipertanyakan karena tugas dan funsi seorang guru adalah mengajar dilembaga pendidikan,dan disekolah tempatnya proses belajar dan mengajar bukan tempatnya berdagang buku”ungkapnya tegas.
Penjualan buku, dan Lembar Kerja Siswa (LKS) juga marak terjadi setiap ajaran baru, bahkan setiap berganti semester. Walau dikatakan tidak wajib, namun para murid mau tidak mau harus membeli karena banyak tugas yang diberikan lewat LKS tersebut.
Masih ada Sekolah yang melakukan penjualan buku LKS melalui Koperasi. Ragam dalih pun bermacam-macam, salah satunya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.
Sebagaimana yang terjadi pada salah satu sekolah tingkat SMP Negeri Kabupaten Sambas,secara terang pihak guru sekolah membagikan daftar harga buku LKS kepada siswa didik di sekolahan tersebut dan tidak tanggung tanggung harganya keseluruhan buku yang harus dibayar mencapai ratusan ribu rupiah.
Maryam salah satu orang tua murid menyampaikan kepada awak media ” anak saya 3 orang kesemuanya masih dalam usia belajar di sekolah negeri dan saya harus mengeluarkan biaya lebih dari 1 juta untuk beli buku demi kelangsungan belajar 3 anak kami, sedangkan penghasilan kami hanya buruh harian yang penghasilan tidak tetap”ungkap nya.
Dan semua itu belum termasuk biaya sekolah lainnya seperti biaya komite dan lain-lainnya,sedangkan untuk makan saja kami sudah susah.janji bapak presiden Jokowi mengatakan bahwa sekolah negeri gratis tapi faktanya masih ada biaya beli buku dan biaya lainnya,” ungkapnya dengan nada kesal.
Menyoal adanya praktik jual beli LKS. Larangan tersebut diatur tegas di pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, Lks, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan.
Berdasarkan pasal itu sudah jelas. Guru, maupun karyawan di sekolah sama sekali tidak boleh menjual buku-buku maupun seragam di sekolah.
Ditempat yang berbeda awak media menjumpai Ahkyani.BA yang lebih akrab dipanggil Mok Yani selaku ketua Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LEGATISI) mengatakan” tenaga pendidik yang menjual buku LKS di sekolah kepada siswa itu jelas pungli dan dapat dijerat pada Aturan hukum pungutan liar atau pungli masuk ke pasal 368 KUHP terhadap kegiatan yang menguntungkan diri sendiri lewat kekerasan.
Dalam pasal ini dijelaskan kalau kegiatan mengancam untuk mendapatkan sesuatu dapat dikenakan pidana penjara selama 9 tahun” ungkapnya dengan tegas.
Ketua LEGATISI ini mempertanyakan sumber dana untuk pembelian buku LKS tersebut.
jika dana pembelian memakai dana BOS itu sudah jelas melanggar Hukum karna dana bos sudah jelas peruntukkannya untuk siswa dan jika sekolah hanya membantu dalam menjualkan buku LKS pada siswa pasti si penjual (guru) tidak menutup kemungkinan mendapatkan untung dari penjualan yang sudah ditetapkan harga nya dari penerbit.
sebagai contoh harga satuan buku LKS dari penerbit Rp.10 ribu namun dijual guru kepada siswa Rp.15. ribu ini berarti sang guru mendapatkan untung Rp.5 ribu/satu buku LKS.Jika satu siswa diharuskan membeli 10 buah buku berarti sang guru mendapatkan keuntungan Rp.50 ribu/siswa, dan dapat diperkirakan dalam 1 sekolahan minimal 400 siswa maka dapat kita bayangkan berapa keuntungan dari pihak pendidik dan ini jelas jelas perbuatan melanggar hukum.
Komite Sekolah pun dilarang menjual buku maupun seragam sekolah. Sebagaimana diatur dalam Pasal 12a, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2020 Tentang Komite Sekolah.
Di pasal itu tertulis, Komite Sekolah, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah.
Jual beli seragam, buku pelajaran dan LKS yang dilakukan pihak sekolah merupakan mal administrasi, sebuah pelanggaran administrasi, dapat dikategorikan sebagai tindakan Pungutan Liar atau Pungli, yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya.
Praktik jual beli seragam, buku hingga LKS yang dilakukan sekolah maupun komite sekolah sebagai bagian dari tindakan Pungli. Sebab, hal itu menjadi ranah penegak hukum.
Sedangkan sanksi administrasi yang dimaksud, adalah dengan melakukan mutasi hingga pencopotan dari jabatan guru atau karyawan sekolah.
Dan kewenangan ini menjadi tanggung jawab pimpinan sekolah.Kalau itu sekolah, pimpinan di atasnya berarti Dinas(Pendidikan)
Tentu Dinas yang akan memberikan sanksi kepada para kepala sekolah yang melakukan maladministrasi Dan jelas apabila ada tenaga pendidik atau guru yang menjuadapatnegarau disekolah itu adalah pungli dan dapat dipidana para pelakunya.
Penulis : Tim Libas
Editor : Redaksi