Sulteng-koranlibasnews.com Ketua Umum Front Pemuda Kaili Sulteng Erwin Lamporo geram menanggapi maraknya pemberitaan sejumlah media atas dugaan persekongkolan jahat BP2JK dan BPJN Sulteng terkait kejanggalan penetapan pemenang PT. Sarana Multi Usaha yang beralamat di Blitar Jawa Timur di paket 89 Miliar Rekonstruksi Jalan Akses Danau Lindu yang dibiayai Japan International Cooperation Agency (Jica) untuk kegiatan Infrastructur Reconstruction Sector Loan IRSL.
Bencana telah dijadikan sebagai “ladang” korupsi bagi pihak-pihak tertentu yang menari-nari di atas kesusahan orang lain.
Para pelaku tidak hanya berani menyelewengkan dana dan proyek bantuan, tetapi juga menggasak uang negara dengan modus regulasi proses tender akal akalan.
Sepertinya sudah tidak ada lagi tempat ”tabu” dinegeri ini bagi para pelaku korupsi untuk melancarkan aksinya dalam penanganan dana “kemanusiaan” bahkan untuk korban bencana pun jadi sasaran korupsi, tandas Erwin dgn nada kesal saat ditemui media ini pada acara Dirgahayu ke 16 Forum Pemuda Kaili 26 11 22 di gedung Milana Graha Saba* Jalan Jabal Nur kota Palu.
Ia meminta APH segera usut pihak pihak yang diberi wewenang seperti BP2JK dan BPJN karena aroma busuk dibalik penetapan PT Sarana Multi Usaha perusahaan dari Blitar Jawa Timur tersebut berpotensi memicu keributan saat kontraktor lokal dianatirikan, dan sy siap turunkan massa FPK jika dugaan persekongkolan jahat tersebut tdk segera ditanggapi serius oleh APH.
Disebutkannya, dari tiga bencana akhir akhir ini yang melanda Indonesia, semua diwarnai kasus korupsi. Bencana alam gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), anggota DPRD dan pegawai Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Barat masing-masing ditangkap kejaksaan dan kepolisian di Mataram.
“Anggota DPRD diduga memeras kepala dinas pendidikan dan kontraktor terkait proyek rehabilitasi gedung sekolah yang terdampak gempa, ” paparnya lagi.
Dikatakannya, dampak dari gempa bumi tsunami dan likuifaksi di Pasigala, giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap pengusaha dan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka terlibat suap, salah satunya proyek pembangunan sistem penyediaan air minum untuk korban gempa-tsunami.
Kasus paling akhir berkaitan dengan tsunami yang terjadi di Selat Sunda. Polisi menetapkan beberapa pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Drajat Prawiranegara, Serang, sebagai tersangka. Mereka melakukan pungutan liar dalam proses pengurusan jenazah korban tsunami.
Korupsi pembangunan shelter tsunami di Labuan, Pandeglang, Banten, bisa dijadikan contoh. Dibangun dengan biaya hingga Rp 18 miliar dari dana APBN dengan tujuan meminimalkan korban, tetapi tak bisa digunakan ketika tsunami benar-benar menerjang daerah Labuan.
Ciri-ciri dimulainya proses perbuatan korupsi, ketika data yang selalu divalidasi (diperbarui) bila korban bencana menagih janji dana stimulan. Data yang berganti-ganti, hingga berkali-kali, bahkan tahunan data selalu diperbaiki. Ini ciri-ciri terjadinya dugaan korupsi disana.
Kemudian pascabencana atau fase rehabilitasi dan rekonstruksi Pada fase ini pun potensi korupsi sangat besar sebab melibatkan uang yang begitu banyak,Selain suap seperti dalam kasus yang melibatkan pejabat di Kementerian PUPR, modus korupsi lainnya adalah mark up, pembangunan fiktif, atau pengurangan spesifikasi..
Minimnya pengawasan merupakan penyebab utama yang membuat bantuan terkait bencana begitu rentan diselewengkan.
Apalagi banyak yang meyakini bahwa tidak akan ada orang yang tega dan berani mencari keuntungan dari dana bencana
” Jadi, sangat jelas, korupsi memperburuk dampak bencana dan memperberat derita para korban. Praktik tercela itu menjadi biang keladi atas kegagalan upaya meminimalkan kerusakan dan jumlah korban.
Termasuk menghambat proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Sulteng terutama dalam pembangunan hunian dan fasilitas umum dan infrastruktur tegas Erwin..
Salah satu upaya untuk memerangi korupsi bencana, adalah memberikan sanksi berat kepada para pelaku.
Terlepas dari usulan penerapan hukuman mati seperti yang tengah dipertimbangkan pimpinan KPK, hukuman berat bisa menjadi salah satu cara agar muncul efek jera..
Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi sudah membuka ruang itu.
Selain sanksi, meningkatkan pengawasan dan tata kelola dana bencana juga jadi kebutuhan penting. Jangan karena dalih bencana, semua pengadaan dan kegiatan dibuat serba tertutup.
Pemerintah bisa belajar dari lembaga atau kelompok masyarakat yang secara swadaya mengumpulkan dan menyalurkan bantuan setiap kali terjadi bencana. Secara rutin dan terbuka mereka mengumumkan donasi dan penggunaannya.
Terlepas dari berbagai dampak buruk, korupsi bencana juga bisa menjadi tanda bahaya. Ini juga menunjukkan bahwa korupsi mulai tidak terkendali dan menyebar ke banyak sektor.
Apabila tidak diperangi secara serius, bukan tidak mungkin kondisinya makin parah. Merujuk Syed Hussain Alatas (1981), korupsi bisa masuk stadium tiga atau stadium gawat darurat. Ia menyebar secara luas, berlangsung sistematis, dan saling menghancurkan.
Bencana korupsi akan menimbulkan bencana besar yang jauh lebih besar. Pelayanan publik terganggu, biaya politik makin mahal, kemiskinan, hingga rusaknya lingkungan hidup. Bahkan sudah banyak contoh negara yang gagal karena tidak bisa mengontrol korupsi.
Komitmen kuat dari pemimpin negara dan keterlibatan semua pihak dalam perang melawan korupsi jadi kunci penting untuk mencegah bencana korupsi.
Indonesia sudah memiliki modal seperti KPK yang terus membongkar berbagai kasus korupsi politik dan strategi nasional pencegahan korupsi (Stranas PK), yang bisa menjadi panduan sekaligus sinergi semua kelompok untuk mencegah dan melawan korupsi..