Lampung Selatan-koranlibasnews.com
Pemerintah Pusat melalui Kementrian Pertanian telah memberikan keringanan kepada Petani berupa Kebutuhan akan Ketersediaan pupuk bersubsidi demi mendongkrak hasil pertanian dan terwujudnya swasembada pangan secara nasional.
Pemberian pupuk bersubsidi ini haruslah memenuhi enam prinsip utama yang sudah dicanangkan atau disebut 6T, yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.
Mengenai pupuk bersubsidi ini diatur dalam Surat Keputusan Menperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Pebruari 2003, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Serta,Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk bersubsidi sektor pertanian tahun anggaran 2020, Juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2020.
Namun kenyataannya apa yang terjadi di lapangan sungguh ironis.Padahal kebutuhan akan ketersediaan pupuk untuk kelompok Tani telah di atur di dalam Elektronik-Renca Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dalam penyaluran ke Anggota Kelompok Tani terkesan carut marut penyalurannya/distribusinya tidak sesuai dengan apa yang telah tercantum pada RDKK
Belum lagi,untuk penebusan Pupuk Bersubsidi ,petani di bebankan oleh Pengecer (Pemilik Kios) harus mengambil pupuk Tentengan non Subsidi (NPK)Plus yang tidak ada dalam pengajuan RDKK Kelompok Tani
Berdasarkan dari penelusuran dan bincang dengan ketua dan Kelompok Tani di desa Kemukus Kecamatan Ketapang Lampung selatan di dapati
keluhan kepada tim awak media belum lama ini bahwa ,para Ketua dan anggota Kelompok Tani tidak mengetahui kuota pupuk bersubsidi sebenarnya , dari pihak agen penyalur/pengecer pemilik Kios.
AG ,Ketua Kelompok Usaha Jaya Di Kediamannya mengatakan pada (28/6),bahwa pihaknya sudah melakukan pengajuan RDKK sesuai kebutuhan kelompoknya.Namun krna Kelompoknya baru berjalan satu tahun dan tidak memiliki modal untuk menebus Pupuk subsidinya ahirnya anggotanya mencari pupuk masing masing.
Di kediamannya BS, selaku petani anggota kelompok yang sama membenarkan bahwa dari kelompoknya tidak mengeluarkan pupuk bersubsidi.”Saya ngambil pupuk langsung ke Desa Karang Sari pak Giono,saat ini saya belum Nebus Pupuk.Yang musim rendeng ngambil 2 Ton,untuk saat ini belum ngambil,krna dana nya belum ada”.ujarnya
ST, yang juga Selaku anggota kelompok di kediamannya mengatakan,bahwa ia mendapat kan pupuk putih ( Orea )dari kelompokny dua sak 100 kg. Dengan harga Rp.110.000,- sudah di antar,kalau beli di luar desa bisa mencapai Rp.115.000.-.Jika kurang kita nyari ke kelompok kelompok lain di Desa Lebung Nala”. ucapnya
KJ ,selaku ketua kelompok Makmurjaya di kediamannya ketika ditanya so’al penyaluran pupuk pada kelompoknya mengatakan,”Kita ngambil ke Kios Pengecer dengan Harga Rp.105.000,-,kalau punya dana penuh kita ngambil ke Bank.Jika ada kekurangan sedikit sedikit, Kita ngambil ke Kelompok Tani yang ada di Desa Sumber Sari juga dengan harga Rp.110.000,-.”jelasnya.
Ketika di tanya apakah kurang pengajuannya,sesuai yang ada di RDKK mengapa sampai ngambil di Desa tetangga?.Kajibin mengatakan,”tidak tau juga”. Ucapnya
KB,pengurus kelompok Makmurjaya saat di konfirmasi masalah pupuk Bersubsidi itu mengatakan,bahwa kebutuhan Pupuk Bersubsidi kelompoknya per musim tanam sebanyak 9 Ton,namun hanya bisa terserap 6 Ton.
“Kebutuhan untuk kelompok kita Permusim Tanam 9 Ton,tapi hanya bisa terserap 6 Ton karna tidak ada dana,sisanya kita enggak Tau.Kita juga di haruskan ngambil pupuk non subsidi(NPK- Plus).Kalau gak gitu kita gak di kasih Pupuk Bersubsidi ya”.Jelasnya Ditanya berapa harga pengambilan Pupuk Oreanya ke Pengecer ia mengatakan?”Harganya Rp.118.000,- berikut ongkos mobil.
Pupuk SP Rp 118.000,- kita jual ke Anggota kelompok Rp.135.000 bayar musiman itu sudah kesepakatan kelompok.Kalau bayar cas Rp.125.000.Kita kalau ngambil ke pengecer harus ngambil pupuk NPK plus satu sak,per kilonya Rp.10.000, bebernya.
Sementara SM,selaku Ketua Gapoktan setempat saat berbincang di kediamannya mengatakan,bahwa pihaknya hanya mengajukan ajuan Kelompok Tani sesuai yang tertera di RDKK masing masing kelompok.”Gapoktan adalah suatu wadah kalau pendistribusian itu kelompok yang menerima.
Kalau agen enggak mengeluarkan pupuk,otomatis dia akan mengeluarkan Duit dengan petani nya.Kalau ibarat yang di pangkas di Agennya petaninya yang di kasih Duit,dia bisa membeli di Kelompoknya..Harusnya kelompok mempertanyakan dengan Agennya”. Paparnya
Di tanya masalah pupuk Tentengan non subsidi (NPK-plus)yang terkesan di paksakan banyak memberatkan para petani,Ia mengatakan,”memang itu banyak memberatkan petani,karna tidak ada di RDKK nya”Pungkasnya
Mugiono selaku Pengecer (Pemilik kios) saat di konfirmasi masalah itu di Kediamannya di Karang Sari,(29/6) Ia membantah dan berdalih jika pupuk bersubsidi itu tidak di salurkan.”Yang ngambil itu petani petani di Desa Kemukus itu,tapi ngambilnya enggak sekalian,hari ini ngambil kemudian besok lagi.Kita mengarahnya kepada Ketua ketua kelompoknya.”terangnya
Ketika ditanya apa dasar hukumnya maslah pupuk Non Subsidi yang diharuskan di ambil juga dengan Petani saat mengambil pupuk bersubsidi,Ia mengatakan,bahwa “itu sudah ada kontraknya antara Distributor dengan Pemilik Kios(Pengecer) tapi dengan kelompok atau petani enggak ada.Jadi nanti biar bareng bareng aja usul ke distributornya kalau petani keberatan”.Dalihnya
Terkait penyaluran pupuk bersubsidi di Desa Kemukus,PPL setempat ketika di konfirmasi via Handphone oleh tim media (01/7) untuk di mintai tanggapannya,ia mengatakan,”Yang jelas tugas saya hanya pendampingan penyusunan RDKK semuanya,setelah itu saya kembalikan ke Kelompok.
Sejauh ini tidak ada kendala sama sekali.Tiap Kelompok juga berbeda beda ada yang sudah mapan ada yang belum.Coba cari perbandingan ke desa lain saya cuma ngasih masukan coba tanya dengan agen agen yang lain,dari mana mereka pupuknya itu”.pungkasnya
Sementara, terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsdi, dalam Permentan No 01 Tahun 2020 ini disebutkan pupuk Urea seharga Rp 1.800, SP-36 seharga Rp 2.000, ZA seharga Rp 1.400 dan NPK seharga Rp 2.300. Sementara pupuk NPK Formula Khusus HET seharga Rp 3.000 dan pupuk organik seharga Rp 500.
“Produsen pupuk tentunya tidak segan menindak tegas para distributor dan kios-kios yang tidak menyalurkan pupuk bersubsidi dengan jujur. Sebagai sanksi, izin distribusi atau penyaluran bisa saja dicabut. Dan, setiap tindakan penyelewengan pupuk bersubsidi dapat dijerat hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara,” ujar Kepala Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana.(dikutip dari JPNN.COM pada 14 April 2020)
Penulis : Adi libas
Editor : Fikri