Merangin-koranlibasnews.com Beberapa desa di Kabupaten Merangin telah memiliki pasar desa, namun keberadaannya belum dikelola secara profesional dan menimbulkan permasalahan sosial di tengah masyarakat seperti pembinaan dalam pengelolaan pasar-pasar desa tersebut, demi terwujudnya desa yang maju, kuat, mandiri dan demokratis serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan didesanya.
seperti yang terjadi di Desa Pinang merah, Kacamatan Pamenang Barat, Kabupaten Merangin ini, Terlihat pembangunan pasar didesa Pinang merah tersebut sudah dilakukan dengan elok oleh pihak Kementerian Perdagangan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang sarana perdagangan, bahkan beberapa diantaranya telah di bangun puluhan ruko-ruko megah melalui kerja sama dengan pihak swasta.
Namun sangat disayangkan, hingga berjalannya waktu masa kepemimpinan kades Arsadi sejak 2016 hingga kini 26 November 2019 tak serupiahpun uang sewa kios ataupun retribusi pedagang disetor oleh pengelola pasar ke pihak desa sebagai PAD.
hal ini tentunya membuat Arsadi selaku kepala desa Pinang merah merasa berang bukan main. “Ya untuk desa Pinang merah ini kan belum punya PAD, karena TKD yang kita tanam kelapa sawit belum ada hasilnya, sementara itu untuk retribusi pasar hingga saat ini belum ada masuk ke desa, padahal kami sudah sering melakukan rapat tentang pengelolaan pasar tersebut agar bisa menjadi PAD, tapi sampai saat ini praktek dilapangan sangat nihil, tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
padahal tiap seminggu sekali jalan terus penarikan retribusi pedagang, tapi kami dari pihak pemerintah desa tidak tahu kemana uangnya,” demikian kata Kades. Terpisah Kasmono, selaku ketua LPM sekaligus orang yang pernah mendatangkan investor dalam pembangunan puluhan Ruko di pasar Pinang merah ketika di wawancarai oleh wartawan media ini mengatakan, menurutnya hingga saat ini masih ada tunggakan sekitar Rp. 200 juta lagi yang belum diselesaikan oleh orang-orang yang menempati Ruko di pasar tersebut.
“Ya masih ada enam orang lagi yang belum bayar ruko pasar itu, kalo di total masih ada sekitar Rp. 200 juta lagi uang yang macet di konsumen dalam pembelian Ruko tersebut ,” Demikian jelas Kasmono.
Penulis : Basori Libas
Editor : Fikri