Hendra menambahkan, kerja sama Polri dan pers salah satunya adalah adanya MOU pada Tahun 2012. Dimana Kapolri Jendral Timur Pardopo dan Ketua PWI Bagir Manan. “Kemudian pada tahun 2017 lalu dengan kepemimpinan Jendral Prof Tito Karnavian MpHD dan Ketua PWI Bapak Yosep Adi Prasetyo juga melakukan hal yang sama. Adapun pembahasan dalam MoU tersebut antara lain tentang program operasional yaitu koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan Gakkum terkait pernyalahgunaan profesi wartawan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hendra mengutarakan, sengketa pers dengn Polri pada Proses Gakkum pada umumnya adalah pada implementasi pasal 102 KUHAP dijelaskan bahwa penyidik yang mendapat laporan masyarakat harus segera ditangani.
“Untuk teknisnya, setelah pelapor membuat LP dan hasil Pemeriksaan dari saksi-saksi korban maka penyidik Polri akan melakukan penyelidikan kepada terlapor. Misalnya adalah jurnalis media dengan mengirimkan surat panggilan sebagai saksi untuk diambil keterangannya. Ini biasanya jurnalis sudah mengatakan kriminalisasi jurnalis dan menghambat kebebasan pers. Padahal panggilan tersebut untuk memberikan hak jawab dari laporan masyarakat,” sambungnya.
Apabila memang terbukti, jelas Hendra, menyangkut produk jurnalistik maka Gakkum untuk membuat surat kepada Dewan Pers dengan mempedomani Pasal 5 nota kesepahaman Polri dengan Dewan Pers untuk mulai Hak Jawab, koreksi, hingga proses Verifikasi dari Dewan Pers.
“Namun apabila para Jurnalis terkait dengan pidana umum, maka Jurnalis berlaku sama karena semua manusia memiliki hak yang sama didepan hukum,” tutupnya.
Penulis : Tim Libas
Sumber : Humas Polda Kalteng
Editor : Fikri