Sarolangun (Jambi) koranlibasnews.com – Diawal tahun 2019 jagat dunia hiburan indonesia sempat dihebohkan oleh tertangkapnya seorang artis indonesia dalam kegiatan postitusi online.
Prostitusi online ini bukan hal yang baru, pada tahun 2015 dunia hiburan indonesia juga sempat dikejutkan dengan persoalan ini, yaitu tertangkapnya artis AA.
Semua AA dalam kasus Prostitusi online tersebut hanya ditetapkan sebagai saksi, sedangkan RA selaku mucikari ditetapkan sebagai Tersangka dan divonis bersalah selama 1 tahun 4 bulan, karena telah melanggar pasal 296 KUHP.
Pertanyaan muncul kenapa Mucikari yang menjadi tersangka, sementara pelakunya Prostitusi online tidak ??.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengatur tentang penegakan hukum terhadap Pelanggan dan PSK ( pelaku Prostitusi), akan tetapi hanya mengatur Mucikari / Penyedia.
Pelanggan tindak Pidana Prostitusi dapat dikenakan sebagai pelaku tindak pidana, apabila pelanggan Prostitusi sudah menikah atau terikat perkawinan yang sah secara hukum, selahingga pelanggan tersebut dapat dijerat dengan pasal 284 KUHP (perbuatan zina).
Penetapan tersangka pada pasal 284 KUHP (perbuatan zina) tidak sama dengan cara penetapan tersangka pada pasal 296 KUHP (penyedia perbuatan cabul) pasal 506 KUHP (mucikari/ orang yang mendapat untung dari perbuatan cabul).
Tindak pidana Pasal 284 KUHP (perbuatan zina) hanya dapat diproses secara hukum apabila ada pengaduan dari korban yang dirugikan, karena itu merupakan tindak pidana dengan delic aduan.
Berbeda dengan tindak pidana yang diatur dalam pasal 296 KUHP (penyedia untuk perbuatan cabul) dan Pasal 506 KUHP (orang yang mendapat untung dari perbuatan cabul) dapat dituntut tanpa ha rus ada pengaduan dari korban, karena merupakan delic umum/biasa.
Siapa korban dari pelaku tindak pidana 284 KUHP (perbuatan zina) tersebut yaitu suami/ istri yang terikat perkawinan yang sah secara hukum dari pelaku tindak pidana yang melakukan zina tersebut.
Sementara terhadap mucikari kenapa dapat dituntut pidana tanpa harus ada korban yang melapor, karena terhadap perbuatan mucikari sebagaimana diatur dalam Pasal 296 KUHP (penyedia perbuatan cabul) dan pasal 506 KUHP (orang yang medapat keuntungan dari perbuatan cabul) dapat dikenakan delic biasa/umum.
Apa perbedaan antara delic umum/biasa dan delic aduan…? Menurut Adami Chazawi, Delic aduan ( klacht delicten) adalah tindak pidana untuk dapat dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak untuk mengajukan pengaduan. Pengaduan dari pihak yang berhak mengadu yang menjadi korban Pelaku, maka pelaku dapat dituntut.
Sementara delic umum / biasa ( gewone dilicten) adalah tindak pidana yang dilakukan penuntutannya terhadap pembuatnya tidak diisyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak.
selanjutnya apabila pelaku Prostitusi tidak dapat dituntut pidana, namun dalam perkembangan dari berita dimedia online, mengapa terhadap artis VA sudah ditetaapkan tersangka…??
Agar kita tidak sesat berfikir dalam melihat suatu kasus maka kita harus membedakan kasus demi kasus terlebih dahulu, jangan pernah kita mengabungkan dua kasus sekaligus, karena akan menjadi sesat.
Dalam kasus prostitusi online VA tidak dapat ditetapkan tersangka karena VA adalah korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh Mucikari (Penyedia).
VA ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga telah melakukan tindakan dengan sengaja menyebarkan video ataupun foto yang mengadung unsur pornografi.
Perbuatan setiap orang dengan sengaja menyebarkan foto dan Video yang mengandung unsur Pornografi, terhadap pelakunya dapat dijerat dengan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 1 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang ITE jo pasal 29 UU RI tahun 2008 tentang pornografi.
Rilis : Irwan hendrizal. SH
Advokat tinggal di Sarolangun Jambi