Pemohon Uji UU Advokat Perbaiki Objek Permohonan Hingga Petitum

Jakarta-Koranlibasnews.com Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) terhadap UUD 1945 pada Selasa (9/12/2025). Sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan atas Permohonan Nomor 225/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Togar Situmorang yang berprofesi sebagai advokat.

Sidang dengan agenda perbaikan permohonan tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat Pemohon yang diwakili oleh Axl Mattew Situmorang menyampaikan perbaikan mengenai penegasan objek permohonan. “Sesuai arahan Yang Mulia agar permohonan konsisten kami telah memperbaiki dan menyeragamkan objek permohonan mulai dari perihal hingga petitum. Kami menegaskan bahwa yang kami uji adalah penjelasan Pasal 16 UU Advokat khususnya ketidakpastian tafsir frasa etikad baik bukan batang tubuh pasalnya,” terangnya.

Bacaan Lainnya

Kemudian, ia juga menegaskan penyebutan pasal 26 ayat (4) UU Advokat dalam permohonan perbaikan bukan sebagai objek pengujian dan bukan pula sebagai batu uji. Pasal 26 ayat (4) UU Advokat digunakan semata-mata sebagai dalil argumentasi posita untuk membuktikan adanya inkonsistensi sistematis dalam UU Advokat, dimana mekanisme pengawasan yang diatur di Pasal 26 ayat (4) ternyata diabaikan dalam tafsir penjelasan Pasal 16.

Selain itu, sambungnya, perbaikan juga dilakukan dengan melakukan penyederhanaan identitas dan penajaman legal standing. “Kami telah menyesuaikan format identitas Pemohon dengan merujuk PMK Nomor 7 Tahun 2025 serta terhadap legal standing sesuai masukan Yang Mulia untuk menguraikan kerugian yang spesifik dan aktual, kami telah menguraikan fakta bahwa Pemohon saat ini telah berstatus terdakwa dan ditahan dalam perkara pidana akibat tafsir liar etikad baik,”ungkapnya.

BACA JUGA  Kegiatan Konferensi Pers Pengungkapan Kasus Pemalsuan dan Penyalahgunaan BBM Bersubsidi di Wilayah Hukum Polres Subang

Sebelumnya, Pemohon menguji Pasal 16 UU Advokat yang menyatakan, “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan”. Pemohon menilai sejumlah ketentuan dalam UU Advokat—termasuk pasal yang diuji—memberikan kewenangan terlalu luas kepada organisasi advokat terkait pengangkatan, keanggotaan, pemberhentian, serta legitimasi beracara advokat, termasuk melalui penerbitan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Menurut Pemohon, pengaturan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan hak konstitusional advokat.

Dalam kasus konkret, Pemohon ditetapkan sebagai terdakwa dan ditahan saat menjalankan tugas profesi dalam membela klien. Padahal, menurutnya, Pemohon telah bertindak dengan itikad baik, yang dibuktikan melalui sejumlah capaian dalam upaya pembelaan terhadap klien. Pemohon mendalilkan bahwa penilaian mengenai itikad baik seharusnya dilakukan oleh Dewan Kehormatan Etik Organisasi Advokat tanpa menghapus pertanggungjawaban pidana maupun perdata. Pemohon juga menegaskan adanya urgensi permohonan ini karena ia tengah menjalani proses persidangan pidana di Pengadilan Negeri Denpasar.

Selain itu, dalam permohonannya, Pemohon menilai sejumlah ketentuan UU Advokat bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Pemohon berpendapat bahwa KTPA tidak memiliki dasar legal dalam UU Advokat namun digunakan sebagai syarat administratif untuk beracara, sehingga dianggap melanggar asas legalitas. Selain itu, organisasi advokat dinilai dapat secara sepihak menentukan masa berlaku, perpanjangan, dan penghentian KTPA, yang berpotensi menghambat advokat menjalankan profesinya meskipun telah disumpah oleh Pengadilan Tinggi. Untuk itu, Pemohon meminta pasal-pasal yang diuji dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.

Penulis : Tri Libas

Editor : Redaksi

LIBAS GROUPbanner 728x120

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *